Jam Pelajaran Sekolah, seharusnya berapa lama?

Ya, jadi sebenernya aku dah lama mikirin hal kayak gini sejak kelas 8. Tapi, baru bisa nulis sekarang... Yah, sebenernya cuma mau menuangkan isi pikiran ke sini, berhubung juga ingin memberikan kritik dan saran. Jika tidak segera dikeluarkan, nanti cepat depresi wkwkwkwk :v Gak usah banyak cakap lagi, to the point. Let’s go. 

Oke, aku sendiri kepikiran hal ini karena satu peristiwa. Waktu itu, aku baru masuk SMP. Aku kaget mendengar kalau di SMP bakal sekolah 6 hari. Jujur aja, aku sebenarnya keberatan, karena aku dari SD sudah terbiasa sekolah 5 hari. Tapi akhirnya aku jalani juga. Itu yang pertama. Yang kedua, ketika aku kelas 8. Aku ikut dalam OSIS. Kesibukannya pun dapat ku pertanggungjawabkan karena itu merupakan pilihanku untuk menjadi anggota OSIS. Tapi, pada waktu ku berada di kelas 8, Kurikulum 2013 mulai diterapkan. Aku sih, biasa-biasa saja, tidak keberatan. Menurutku, justru kurtilas lebih baik daripada KTSP. Siswa jadi lebih mandiri. Namun, teman-teman menyatakan keberatannya. Aku berpikir, bukankah semua tugas yang menuntut siswa untuk selesaikan sendiri adalah untuk membuat mereka jadi mandiri, lebih berwawasan, dan kreatif? Bukankah semua perkembangan itu baik adanya? Dari KTSP ke KurTiLas? Itu kedua. 

Nah, aku sendiri bukannya mau menjelekkan sekolahku. Hanya saja, aku berusaha bersikap sebagai wakil dari kritikan mereka yang akan kubuat positif dan membangun. Sekarang ke masalahnya. Jam pelajaran di sekolahku yaitu 8 jam pelajaran pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. 5 jam pada hari Jumat, dan 6 jam pada hari Sabtu. Kenapa tidak diratakan saja? Itu pertanyaanku yang pertama. Nah, setauku 1 jam pelajaran itu 45 menit, jadi jika 8 jam sekolah bubar pada jam 1 siang. Kalau itu aku sudah biasa sedari SD. Tapi, sejak aku naik ke kelas 9, aku merasa banyak hal yang diubah. Kegiatan Active English dijadikan satu dengan jam pelajaran. Pelajaran tambahan selama 2 jam. Lalu, apa masalahku? Teman-teman banyak yang curhat ke aku bahwa mereka merasa keberatan dan lelah karena jam pelajaran yang sampai jam 1 siang. Belum lagi, jika ada acara OSIS atau kegiatan kelas selesai pulang sekolah. Ada juga yang les ini itu, ada urusan keluarga, dll. Dan yang menjadi mimpi buruk mereka ialah PR yang menumpuk dan ulangan harian yang mendatang. Mereka sangat kelelahan. Belum lagi ada ekstra wajib dan pilihan. Tetap saja, harus pilih satu kan? Nah, ini nih yang bikin aku bingung. Pulangnya jam 1, ekstranya jam 3 an. Yah, kalau ekstra pramuka sih masuk akal. Karena cuaca di siang hari bisa membuat siswa cepat lelah, sehingga tidak efektif dalam menjalani kegiatan. Tetapi, jika misalnya ekstra paduan suara, atau musik, atau basket? Menurutku lebih baik, sesudah jam pulang sekolah diberikan waktu 1 jam istirahat lalu mulailah ekstra-ekstra tersebut. Mengapa? Seperti pepatah. Lebih cepat, lebih baik. Menurutku, pada sore hari murid-murid sudah lelah dan tenaga mereka tinggal separuh tenaga pada pagi hari. Jadi, jika ekstra dilakukan pada sore hari, murid jadi tidak fokus. Meskipun mereka sudah makan dan istirahat di rumah hasilnya tetap saja. Menurut pandanganku, jika seorang murid sudah mencapai rumahnya sesudah pulang sekolah, dan istirahat dengan waktu lama, mereka akan malas untuk kembali ke sekolah. Apalagi jika ada faktor-faktor yang mendukung ia untuk tidak bisa ikut ekstra, seperti jarak rumah dan sekolah yang jauh. Itu yang pertama. 

Nah jika mereka ekstra pada sore hari, otomatis mereka akan pulang di jam menjelang malam. Dan pada malamnya, mereka harus mengerjakan tugas-tugas sekolah ataupun belajar. Tetapi, mereka tidak bisa fokus, karena sudah terlanjur lelah. Terus bagaimana? Akhirnya bisa berakibat pada nilai siswa dan perkembangannya di sekolah. Nah itu. Ekstra sebaiknya dilakukan di siang hari. Sekarang, ke hal yang agak rumit. Banyaknya jam pelajaran di sekolah. Jam pelajaran di sekolahku tidak merata. Aku sendiri sebenarnya tidak tahu mengapa. Apakah karena tenaga guru yang kurang, atau apalah itu, tetapi bagiku hal itu tidak biasanya terjadi. Sebenarnya, bukan hanya sekolahku saja yang 6 hari sekolah. Tapi, pasti ada pula, dan banyak juga sekolah yang menetapkan 6 hari sekolah. Kalau aku sering dengar, di luar negeri sekolah hanya sampai jam 11. Ada juga sih yang sampai jam 3, tapi.. Mereka masuknya jam 10 pagi. Itu di Australia. Di Indonesia, di jenjang SMP dan SMA yang menerapkan 6 hari sekolah, jam pelajarannya bisa mencapai ±42 jam per minggu. Di Jepang hanya 30 jam, di Perancis hanya 32 jam. Sampai-sampai aku lihat di Internet bahwa Indonesia mencapai peringkat 1 dengan 242 jumlah hari sekolah per thaun. Wah wah.. Kaget aku. Di sisi lain aku terkejut, ternyata murid Indonesia kuat-kuat ya, bisa bertahan walau padat banget jam pelajarannya.. hahaha :v Tapi di sisi lain, melihat dari perkembangan Indonesia di bidang pendidikan, masih di belakang negara-negara lain, seperti China, Australia, Jepang, bahkan Malaysia. Terus maksud masalahnya apa? Maksudku, sebaiknya sekolah menetapkan 5 hari sekolah saja. Mengapa? Selain berbagai alasan di paragraf yang tadi, ada juga beberapa yang lainnya. Siswa kelelahan. Siswa dituntut untuk fokus belajar selama ±6 jam, ditambah fokus lagi pada saat peltam, fokus pada saat ekstra, apalagi jika menjelang ujian. Wah, modyar... Itu pertama.

Lalu, sebenarnya siswa hanya dapat menyerap pelajaran secara utuh selama 4-5 jam. Selebihnya itu, hanya separuh atau seperempatnya. Itu kedua. Kemudian, muncul dari keluarga. Bayangkan jika seorang murid sekolah seharian, dengan tugas-tugas sekolah yang bejibun, ulangan dalam jumlah banyak, apakah dampaknya pada siswa? Siswa terbebani. Siswa tertekan. Dengan rasa tertekan tersebut jika berkelanjutan, maka akan menjadi suatu masalah. Siswa jadi tidak dapat fokus pada pelajaran. Akibatnya? Nilainya menjadi rendah. Lalu? Tentu orangtuanya akan kecewa dan ada beberapa yang memarahi anaknya dan menuntut agar mereka belajar lebih giat, padahal mereka sudah berusaha sesuai kemampuan mereka. Beda dengan anak-anak pintar dan cerdas, yang selalu mendapat nilai tinggi. Tanyakan pada mereka, apakah mereka pernah tertekan karena hal-hal tersebut? Waktu itu aku pernah menanyakan hal itu kepada temanku yang selalu mendapat peringkat 3 besar di kelas. Ternyata, jawabannya sama. Ia tertekan. Keberatan. Tidak fokus. Selain itu, anak yang sering dimarahi orangtuanya akan merasa minder dan kecil hati. Merasa dirinya tak mampu untuk menjadi kebanggaan orangtuanya. Anak akan merasa bersalah. Akibatnya, ia menjadi depresi. Tidak bisa melakukan hal secara total dan membuatnya bermanfaat baginya. Ketiga, bandingkan kemajuan pendidikan di Indonesia dengan di luar negeri. Bagaimana bisa orang-orang luar negeri lebih maju dalam pendidikan daripada Indonesia, sementara mereka hanya belajar selama 5 jam saja sehari? Faktor keseimbangan. Antara belajar dan bersantai perlu keseimbangan yang pas. Belajar itu penting, namun refreshing dan bermain itu perlu. Bukan sekedar untuk menghibur diri, namun untuk menyegarkan kembali pikiran, mencari inspirasi baru, dan mencegah pikiran yang jenuh. Kalau siswa hanya berat di bermainnya bagaimana? Itu merupakan pilihan mereka sendiri. Di sini peran orangtua sangat penting. Sebagai seorang murid pasti pernah merasakan rasa kangen sekolah ingin belajar bersama, di saat libur panjang. Aku juga begitu kok :V Itu menandakan siswa sudah melekat pada ilmu pengetahuan, mereka merasa membutuhkannya walau itu membosankan. Jadi, bukan merupakan suatu halangan untuk menjadi seimbang antara belajar dan bermain. Toh, pada jaman sekarang mulai berkembang metode “bermain sambil belajar”, iya kan? Lalu, masalah peltam. Menurutku, peltam seharusnya ditujukan hanya untuk siswa yang merasa mereka perlu menjalaninya. Kenapa? Kembali lagi ke diri siswa. Siswa sudah benar-benar paham tentang suatu bab pelajaran, tidak perlu mengulanginya lagi, apalagi memaksanya untuk mempelajari kembali bab tsb. Karena pikiran mereka akan jenuh, dan mereka akan menjadi bosan. Lalu? Mereka jadi tidak fokus. Dan bagi siswa yang merasa belum paham akan suatu bab pelajaran, harusnya mengikuti peltam. Jadi, seperti metode les. 

Kemudian, peran guru di sini merupakan faktor utama kesuksesan siswa dalam memahami pelajaran. Metode mengajar yang digunakan guru sebaiknya membuat siswa mudah mengerti. Sebaiknya dalam cara yang menyenangkan atau tidak membuat bosan, seperti menggunakan perumpamaan cerita-cerita atau metode alternatif. Selain itu, komunikasi dan hubungan antar siswa dan guru juga mempengaruhi. Bagi siswa yang dekat dengan gurunya akan berpikir bahawa seorang guru adalah seorang yang ia hormati dan percaya bahwa mereka (guru-guru) dapat membantu mereka dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Jadi, mereka bisa mengerti metode pengajaran guru tsb dan akhirnya dapat sukses mempelajarinya, atau bahkan mengkritik gurunya demi perkembangan guru dan murid itu sendiri. Maka dari itu, siswa maupun guru hendaknya berpikiran positif dan saling memahami demi perkembangan masing-masing. Perkembangan guru untuk dapat mengajar lebih baik, dan perkembangan siswa untuk dapat sukses belajar sesuai harapan. Jika pada menjelang UN, peltam memang harus diadakan. Tetapi, fungsinya untuk membuat siswa memiliki jam yang lebih untuk memahami materi pelajaran. Bukan untuk membuat mereka semakin tegang. Aku ingat menjelang UN pada waktu SD dulu. Papa ku menyuruhku untuk rileks saja. Jika ingin bermain, bermainlah. Jika ingin belajar, belajarlah. Semua tergantung diriku. Begitulah. Dan menurutku itu baik. Karena keinginan siswa untuk sukses, merupakan faktor utama penentu kesuksesannya itu. Aku disiruh papa agar tidak tegang saat UN, berpikir positif, berusaha semampuku agar cita-citaku tergapai, yaitu lulus. Hasilnya? Sesuai harapanku. Lulus dengan nilai UN diatas 8 semua (9). Pada waktu itu aku ikut peltam dengan teman-temanku, hanya beberapa. Karena sebagian sudah mengikuti banyak les. Percuma saja jika kita sudah paham dengan suatu materi pelajaran, tetapi saat diuji kita tegang dan gelisah. Hasilnya tidak dapat maksimal. Jadi, menurutku selain peltam, mungkin bisa dianjurkan sesudah peltam ada waktu untuk motivasi atau rekreasi sebentar untuk membuat siswa rileks ketika diuji pada waktu UN. 

Ya, kira-kira itu pendapatku.. Panjang banget ya :V gapapa, emang lagi niat nulis sih... Jadi, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kata-kata yang kurang berkenan, ataupun ada pihak yang merasa tersindir, saya tidak bermkasud demikian. Karena kritik yang saya utarakan demi kemajuan bersama. Saya berterimakasih bila ada yang sudah membacanya sampai di sini, apalagi berusaha mewujudkan kritikan saya, sekecil apa pun saya apresiasikan.  Demikian dari saya. 

Thanks for reading~! :’3

Share:

0 komentar